NAMA : Dio Wira Dhiama
NIM : 3402190328
KELAS : Manajemen H
KONSEP EKONOMI HIJAU
By Dio Wira Dhiama
Ekonomi Hijau adalah sebuah rezim ekonomi yang meningkatkan
kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko
lingkungan secara signifikan. Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang
rendah atau tidak menghasilkan emisi karbon dioksida dan polusi lingkungan,
hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
Sebenarnya banyak sekali cara
dan upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan Ekonomi Hijau di Indonesia,
namun dibalik banyaknya cara, kebanyakan masyarakat Indonesia sangat sulit dan
malas untuk melakukannya, hingga sampai saat ini Ekonomi Hijau di Indonesia
belum terealisasikan dengan optimal.
Dalam
perkembangan Ekonomi Hijau terdapat dua unsur penting yang harus dibicarakan
dan didiskusikan, yaitu ”inklusif secara sosial dan berkelanjutan”, maksudnya
apa ? Masyarakat
yang inklusif secara sosial didefinisikan sebagai sebuah masyarakat di mana
semua orang merasa dihargai, perbedaan mereka dihormati, dan kebutuhan dasar
mereka terpenuhi sehingga mereka dapat hidup bermartabat. Program Pertumbuhan
Ekonomi Hijau berusaha merencanakan dan merancang proyek serta kegiatan ekonomi
hijau yang dapat secara langsung memberi akses yang lebih baik sehingga
berkelanjutan terhadap berbagai layanan dasar dan sumber daya, serta penciptaan
lapangan kerja hijau sambil memastikan perlindungan, pengurangan kemiskinan dan
inklusi sosial. Segala sesuatu yang kita butuhkan untuk kelangsungan hidup dan
kesejahteraan kita, baik secara langsung maupun tidak langsung, bergantung pada
lingkungan/alam. Keberlanjutan adalah kondisi di mana manusia dan alam dapat
bersama-sama berada dalam keselarasan produktif, yang memungkinkan pemenuhan
kebutuhan sosial, ekonomi dan lainnya, untuk generasi sekarang dan generasi mendatang.
Keberlanjutan menjadi penting untuk memastikan bahwa kita memiliki dan akan
terus memiliki air, bahan/materi dan sumber daya untuk melindungi kehidupan
manusia dan lingkungan.
Pentingnya
pertumbuhan ekonomi hijau muncul dari keprihatinan tentang konsekuensi sosial,
lingkungan dan ekonomi yang tidak diinginkan akibat pertumbuhan penduduk yang
cepat, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi sumber daya alam. Isu ini menyebabkan
dikembangkannya berbagai pendekatan dan mekanisme berbasis sains dan teknologi,
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, namun ramah lingkungan dan
inklusif secara sosial.
Alasan utama munculnya konsep ekonomi hijau dan
pertumbuhan hijau adalah gerakan menuju pendekatan yang lebih terintegrasi dan
komprehensif untuk menggabungkan faktor sosial dan lingkungan dalam proses
ekonomi, demi mencapai pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, pertumbuhan
hijau (green growth) adalah pertumbuhan ekonomi yang berkontribusi
terhadap penggunaan modal alam secara bertanggung jawab, mencegah dan
mengurangi polusi, dan menciptakan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial secara keseluruhan dengan membangun ekonomi hijau (green economy),
dan akhirnya memungkinkan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Maka, ketiga istilah ini tidak dapat dipisahkan
yakni pertumbuhan hijau, ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.
Seperti yang telah dibicarakan pada paragraf awal,
sebenarnya kita sudah menjalankan Konsep Ekonomi Hijau, namun masyarakat
Indonesia kurang memperhatikan dan mendukung gerakan tersebut. Kebiasaan buruk
masyarakat Indonesia yang sulit dirubah, diantaranya adalah sikap malas, tidak
peduli terhadap lingkungan, buang sampah sembarangan, penebangan pohon yang dilakukan
secara ilegal, membakar sampah yang menyebabkan polusi udara, dan masih banyak
yang lainnya. Selain itu masyarakat Indonesia juga sangat tidak peduli dengan
adanya perubahan, kebanyakan dari kita menggunakan prinsip “ Jika orang lain
bisa, mengapa harus kita” atau contoh lain ketika kita berada di tempat umum
dan melihat sampah yang berserakan di sekitar, pasti ada saja orang yang masih
memiliki pemikiran “ Biarkan saja, toh sudah ada petugas sampah yang
membersihkannya, biar mereka tuh ada kerjanya”. Sebenarnya masih banyak
pemikiran-pemikiran bodoh masyarakat Indonesia selain yang disebutkan itu, dan
pesan penting dari saya, kita harus bisa merubah prinsip atau pemikiran itu,
dari yang “ Jika orang lain bisa, mengapa harus kita” menjadi “ Jika kita bisa,
mengapa harus orang lain” dan sebagainya.
Selain mengubah prinsip/ pola pikir kita sendiri, hal
yang harus diperhatikan untuk mewujudkan Ekonomi Hijau di Indonesia yaitu,
dengan membiasakan diri dan mendisiplinkan diri kita sendiri tentunya supaya
lebih menghargai lingkungan sekitar, menjaga dan melestarikan hingga melakukan apa
yang disebut dengan Ekonomi Hijau. Tak hanya itu sebaiknya para orang tua
terutama yang memiliki anak kecil, diharapkan untuk mengajarkan konsep Ekonomi
Hijau sejak dini, agar anak-anak yang akan jadi penerus bangsa ini nantinya, telah
terbiasa dan memahami tentang pengetahuan Ekonomi Hijau. Mengapa demikian?
Karena memberikan pengetahuan Ekonomi Hijau kepada anak-anak akan memberikan
mereka wawasan dan menjadi kebiasaan yang akan terbawa hingga dewasa nanti,
rasa kepedulian terhadap lingkungan dan sosial menjadi faktor penting dalam
hidupnya.
Untuk saat pemerintah telah membuat program dalam
mengurangi penggunaan sampah plastik, dan salah satu perusahaan telah
menjalankan program tersebut. "Aprindo dengan hampir 40.000 toko
di Indonesia secara prinsip bersama-sama mendukung program pemerintah
dalam pengurangan sampah plastik," ujarnya, Kamis (28/2/2019). Penanganan
sampah ini tak hanya dilakukan oleh Indonesia saja tetapi juga
tengah ditangani oleh negara lain agar generasi muda mendapatkan kelayakan
hidup dari lingkungann yang baik dan terpelihara serta konsisten terjaga. Oleh
karena itu, Aprindo sendiri mendeklarasikan diri untuk ikut serta dalam
mengurangi sampah plastik dengan mengenakan biaya bagi konsumen yang
membutuhkan kantong plastik saat berbelanja di ritel modern.
Adapun besaran biaya yang dikenakan untuk kantong
plastik per lembarnya diserahkan kepada masing-masing peritel. Namun yang
pasti besaran biaya itu lebih tinggi dari biaya yang pernah diterapkan pada
2016 lalu atau minimal Rp200 per lembar. "Ini juga sebagai edukasi
konsumen untuk ikut serta dalam mengurangi sampah plastik. Kalau bisa terus
menerus mebawa tas belanja agar menghemat dan tidak menjadi sampah,"
ucapnya.
Menurut Roy, tak ada yang gratis di dunia ini kecuali
udara yang dihirup setiap detiknya. Sedotan ada di restoran pun dikenakan
biaya. Apalagi kantong plastik ukuran kecil, sedang, besar yang tentunya dibeli
oleh peritel dari para pengusaha plastik. "Kantong plastik seperti
barang dagangan. Konsumen yang butuh kantorng plastik bisa membeli, kalau
enggak pakai kantong plastik ya enggak keluar biaya dan bawa saja tas
belanja," katanya. Biaya pembelian kantong plastik ini tentu masuk dalam
struk belanja. Tentunya dengan pengenaan biaya pada kantong belanja ini akan memberikan konstribusi kepada
negara berupa pajak PPN. Roy berharap dengan kebijakan kantong plastik
tidak gratis ini dapat mengubah budaya masyarakat yang akrab sekali
dengan kantong plastik tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Sedikit
flashback ke masa lalu, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono memaparkan
enam langkah yang dapat diterapkan negara-negara berkembang untuk mewujudkan
ekonomi hijau, yakni pertumbuhan yang menerapkan prinsip keberlanjutan sekaligus
menurunkan emisi guna menghambat pemanasan global.
"Hal
paling utama kepemimpinan. Tidak hanya presiden, tapi juga sampai ke menteri
dan kepala daerah, semuanya harus kuat dan bersatu," katanya saat
menyampaikan pidato sesi bertajuk "The
Pathway to a Sustainable Low Carbon and Climate Resilient Economy"
di KTT PBB Perubahan Iklim (COP-21)
di Le Bourget, Paris,
Prancis, Selasa.
Dalam sesi
tersebut, SBY yang saat itu menjabat sebagai Presiden Global Green Growth Institute (GGGI) menjadi
pembicara bersama Direktur UNEP, Achim Steiner, Menteri Luar Negeri Australia,
Julie Bishop dan Menteri Perdagangan dan Perubahan Iklim Selandia Baru, Tim
Groser.
Menurut
SBY, selain faktor kepemimpinan, kebijakan dan regulasi yang kuat dan efektif
harus diterapkan dengan tegas.
Strategi
ketiga menurut dia adalah investasi sebab sulit bagi negara berkembang untuk
meningkatkan perekonomian sekaligus mengurangi kemiskinan tanpa investasi. "Tidak
mungkin juga mengurangi emisi dari sektor energi dan lainnya tanpa
investasi," katanya menambahkan.
Langkah
keempat adalah terkait teknologi. Saat itu kata SBY, teknologi pembangkit
listrik tenaga surya atau solar panel sudah tersedia dengan harga murah. Kondisi
ini menurut dia adalah harapan baru bagi pengembangan energi terbarukan. Sebab,
bila harga teknologi terbarukan masih mahal akan sulit bersaing dengan
pemakaian energi dari fosil, khususnya minyak bumi. Sedangkan langkah kelima
adalah edukasi, yakni menerapkan pendidikan tentang pelestarian lingkungan
sejak dini kepada para generasi penerus. “Edukasi ini sangat penting untuk
secara bertahap mengubah kebiasaan masyarakat untuk menghemat energi dan
menerapkan gaya hidup hijau. Memang tidak bisa instan karena ini adalah
investasi jangka panjang," ujar dia.
Adapun
langkah terakhir adalah kerjasama internasional. Menurut SBY, akan sulit bagi
negara berkembang memelihara hutannya tanpa dukungan luar negeri.
Apalagi
pemerintah Indonesia sudah mengumumkan komitmen kontribusi penurunan emisi gas
rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri pada 2013 dan dapat meningkat
menjadi 41 persen dengan bantuan internasional.
"Indonesia
harus menjalankannya dengan sungguh-sungguh dan hasilnya memang tidak bisa
dirasakan sekarang tapi yakin dan percaya akan memetik hasilnya pada
waktu-waktu mendatang," katanya.
Sementara
Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop mengatakan bahwa pihaknya
bekerjasama dengan Indonesia untuk berbagai program mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim.
Khusus untuk penurunan emisi gas rumah
kaca kata dia, Pemerintah Australia melalui Australian Aid bekerjasama
dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk menciptakan sistem
penghitungan emisi karbon dan ke depan akan terus mengembangkan kerja sama.
Kesimpulan yang dapat kita tarik dan
kita petik dari tugas Essai ini tentang Konsep Ekonomi Hijau yaitu, Kita harus
bisa mengubah pola pikir dan prinsip hidup kita menjadi lebih baik dari
sebelumnya, menjaga kelestarian sumber daya alam kita untuk kehidupan yang
mendatang. Berpartisipasi dalam kegiatan Konsep Ekonomi Hijau, dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Memberikan wawasan kepada anak-anak dan pemuda penerus
bangsa supaya mereka lebih paham dan bisa mengimplementasikan Konsep Ekonomi
Hijau ini. Apapun yang kita lakukan harus bisa meminimalisirkan perusakan
lingkungan, sebaiknya mengikuti kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan, suatu
perubahan baik harus bisa kita terima, pastinya berkembangnya zaman akan
membawa kita banyak perubahan, banyak peraturan dan banyak hal-hal yang harus
diperhatikan. Apapun itu jika memang membawa hal baik untuk kita semua maka
dukunglah, karena dukungan kita sangat mempengaruhi segalanya, dari tindakan
hal kecil bisa menjadi besar. Pepatah mengatakan “ Apa yang kita tuai, itu yang
kita dapat” oleh sebab itu kita harus menanam beribu-ribu kebaikan untuk
melestarikan Sumber Daya Alam yang ada, apapun Konsep Ekonomi Hijaunya,
pastikan kita bisa merealisasikannya dengan optimal, supaya anak cucu kita
nanti bisa merasakan hasil Ekonomi Hijau yang kita lakukan dari sekarang.
Terima kasih kepada Bapak Irfan Nursetiawan, S.Pd., M.Pd., M.Si. yang telah memberikan tugas
ini kepada kami semua, dengan tugas ini kami dapat belajar, memahami tentang
Ekonomi Hijau dan lebih peduli dengan lingkungan sekitar.
Sekian, Wassalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh.
0 comments:
Post a Comment