Monday, March 23, 2020

KONSEP EKONOMI HIJAU BY DIO WIRA DHIAMA


NAMA     : Dio Wira Dhiama
NIM         : 3402190328
KELAS    : Manajemen H

KONSEP EKONOMI HIJAU
By Dio Wira Dhiama

                 Ekonomi Hijau adalah sebuah rezim ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan secara signifikan. Ekonomi Hijau juga berarti perekonomian yang rendah atau tidak menghasilkan emisi karbon dioksida dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.

                 Sebenarnya banyak sekali cara dan upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan Ekonomi Hijau di Indonesia, namun dibalik banyaknya cara, kebanyakan masyarakat Indonesia sangat sulit dan malas untuk melakukannya, hingga sampai saat ini Ekonomi Hijau di Indonesia belum terealisasikan dengan optimal.

                 Dalam perkembangan Ekonomi Hijau terdapat dua unsur penting yang harus dibicarakan dan didiskusikan, yaitu ”inklusif secara sosial dan berkelanjutan”, maksudnya apa ? Masyarakat yang inklusif secara sosial didefinisikan sebagai sebuah masyarakat di mana semua orang merasa dihargai, perbedaan mereka dihormati, dan kebutuhan dasar mereka terpenuhi sehingga mereka dapat hidup bermartabat. Program Pertumbuhan Ekonomi Hijau berusaha merencanakan dan merancang proyek serta kegiatan ekonomi hijau yang dapat secara langsung memberi akses yang lebih baik sehingga berkelanjutan terhadap berbagai layanan dasar dan sumber daya, serta penciptaan lapangan kerja hijau sambil memastikan perlindungan, pengurangan kemiskinan dan inklusi sosial. Segala sesuatu yang kita butuhkan untuk kelangsungan hidup dan kesejahteraan kita, baik secara langsung maupun tidak langsung, bergantung pada lingkungan/alam. Keberlanjutan adalah kondisi di mana manusia dan alam dapat bersama-sama berada dalam keselarasan produktif, yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan sosial, ekonomi dan lainnya, untuk generasi sekarang dan generasi mendatang. Keberlanjutan menjadi penting untuk memastikan bahwa kita memiliki dan akan terus memiliki air, bahan/materi dan sumber daya untuk melindungi kehidupan manusia dan lingkungan.

                 Pentingnya pertumbuhan ekonomi hijau muncul dari keprihatinan tentang konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi yang tidak diinginkan akibat pertumbuhan penduduk yang cepat, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi sumber daya alam. Isu ini menyebabkan dikembangkannya berbagai pendekatan dan mekanisme berbasis sains dan teknologi, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, namun ramah lingkungan dan inklusif secara sosial.

Alasan utama munculnya konsep ekonomi hijau dan pertumbuhan hijau adalah gerakan menuju pendekatan yang lebih terintegrasi dan komprehensif untuk menggabungkan faktor sosial dan lingkungan dalam proses ekonomi, demi mencapai pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, pertumbuhan hijau (green growth) adalah pertumbuhan ekonomi yang berkontribusi terhadap penggunaan modal alam secara bertanggung jawab, mencegah dan mengurangi polusi, dan menciptakan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan dengan membangun ekonomi hijau (green economy), dan akhirnya memungkinkan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Maka, ketiga istilah ini tidak dapat dipisahkan yakni pertumbuhan hijau, ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan.

Seperti yang telah dibicarakan pada paragraf awal, sebenarnya kita sudah menjalankan Konsep Ekonomi Hijau, namun masyarakat Indonesia kurang memperhatikan dan mendukung gerakan tersebut. Kebiasaan buruk masyarakat Indonesia yang sulit dirubah, diantaranya adalah sikap malas, tidak peduli terhadap lingkungan, buang sampah sembarangan, penebangan pohon yang dilakukan secara ilegal, membakar sampah yang menyebabkan polusi udara, dan masih banyak yang lainnya. Selain itu masyarakat Indonesia juga sangat tidak peduli dengan adanya perubahan, kebanyakan dari kita menggunakan prinsip “ Jika orang lain bisa, mengapa harus kita” atau contoh lain ketika kita berada di tempat umum dan melihat sampah yang berserakan di sekitar, pasti ada saja orang yang masih memiliki pemikiran “ Biarkan saja, toh sudah ada petugas sampah yang membersihkannya, biar mereka tuh ada kerjanya”. Sebenarnya masih banyak pemikiran-pemikiran bodoh masyarakat Indonesia selain yang disebutkan itu, dan pesan penting dari saya, kita harus bisa merubah prinsip atau pemikiran itu, dari yang “ Jika orang lain bisa, mengapa harus kita” menjadi “ Jika kita bisa, mengapa harus orang lain” dan sebagainya.

Selain mengubah prinsip/ pola pikir kita sendiri, hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan Ekonomi Hijau di Indonesia yaitu, dengan membiasakan diri dan mendisiplinkan diri kita sendiri tentunya supaya lebih menghargai lingkungan sekitar, menjaga dan melestarikan hingga melakukan apa yang disebut dengan Ekonomi Hijau. Tak hanya itu sebaiknya para orang tua terutama yang memiliki anak kecil, diharapkan untuk mengajarkan konsep Ekonomi Hijau sejak dini, agar anak-anak yang akan jadi penerus bangsa ini nantinya, telah terbiasa dan memahami tentang pengetahuan Ekonomi Hijau. Mengapa demikian? Karena memberikan pengetahuan Ekonomi Hijau kepada anak-anak akan memberikan mereka wawasan dan menjadi kebiasaan yang akan terbawa hingga dewasa nanti, rasa kepedulian terhadap lingkungan dan sosial menjadi faktor penting dalam hidupnya.

Untuk saat pemerintah telah membuat program dalam mengurangi penggunaan sampah plastik, dan salah satu perusahaan telah menjalankan program tersebut. "Aprindo dengan hampir 40.000 toko di Indonesia secara prinsip bersama-sama mendukung program pemerintah dalam pengurangan sampah plastik," ujarnya, Kamis (28/2/2019). Penanganan sampah ini tak hanya dilakukan oleh Indonesia saja tetapi juga tengah ditangani oleh negara lain agar generasi muda mendapatkan kelayakan hidup dari lingkungann yang baik dan terpelihara serta konsisten terjaga. Oleh karena itu, Aprindo sendiri mendeklarasikan diri untuk ikut serta dalam mengurangi sampah plastik dengan mengenakan biaya bagi konsumen yang membutuhkan kantong plastik saat berbelanja di ritel modern.

Adapun besaran biaya yang dikenakan untuk kantong plastik per lembarnya diserahkan kepada masing-masing peritel. Namun yang pasti besaran biaya itu lebih tinggi dari biaya yang pernah diterapkan pada 2016 lalu atau minimal Rp200 per lembar. "Ini juga sebagai edukasi konsumen untuk ikut serta dalam mengurangi sampah plastik. Kalau bisa terus menerus mebawa tas belanja agar menghemat dan tidak menjadi sampah," ucapnya.

Menurut Roy, tak ada yang gratis di dunia ini kecuali udara yang dihirup setiap detiknya. Sedotan ada di restoran pun dikenakan biaya. Apalagi kantong plastik ukuran kecil, sedang, besar yang tentunya dibeli oleh peritel dari para pengusaha plastik.  "Kantong plastik seperti barang dagangan. Konsumen yang butuh kantorng plastik bisa membeli, kalau enggak pakai kantong plastik ya enggak keluar biaya dan bawa saja tas belanja," katanya. Biaya pembelian kantong plastik ini tentu masuk dalam struk belanja. Tentunya dengan pengenaan biaya pada kantong belanja ini akan memberikan konstribusi kepada negara berupa pajak PPN.  Roy berharap dengan kebijakan kantong plastik tidak gratis ini dapat mengubah budaya masyarakat yang akrab sekali dengan kantong plastik tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Sedikit flashback ke masa lalu, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono memaparkan enam langkah yang dapat diterapkan negara-negara berkembang untuk mewujudkan ekonomi hijau, yakni pertumbuhan yang menerapkan prinsip keberlanjutan sekaligus menurunkan emisi guna menghambat pemanasan global.
"Hal paling utama kepemimpinan. Tidak hanya presiden, tapi juga sampai ke menteri dan kepala daerah, semuanya harus kuat dan bersatu," katanya saat menyampaikan pidato sesi bertajuk "The Pathway to a Sustainable Low Carbon and Climate Resilient Economy" di KTT PBB Perubahan Iklim (COP-21) di Le Bourget, Paris, Prancis, Selasa.
Dalam sesi tersebut, SBY yang saat itu menjabat sebagai Presiden Global Green Growth Institute (GGGI) menjadi pembicara bersama Direktur UNEP, Achim Steiner, Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop dan Menteri Perdagangan dan Perubahan Iklim Selandia Baru, Tim Groser.
Menurut SBY, selain faktor kepemimpinan, kebijakan dan regulasi yang kuat dan efektif harus diterapkan dengan tegas.
Strategi ketiga menurut dia adalah investasi sebab sulit bagi negara berkembang untuk meningkatkan perekonomian sekaligus mengurangi kemiskinan tanpa investasi. "Tidak mungkin juga mengurangi emisi dari sektor energi dan lainnya tanpa investasi," katanya menambahkan.
Langkah keempat adalah terkait teknologi. Saat itu kata SBY, teknologi pembangkit listrik tenaga surya atau solar panel sudah tersedia dengan harga murah. Kondisi ini menurut dia adalah harapan baru bagi pengembangan energi terbarukan. Sebab, bila harga teknologi terbarukan masih mahal akan sulit bersaing dengan pemakaian energi dari fosil, khususnya minyak bumi. Sedangkan langkah kelima adalah edukasi, yakni menerapkan pendidikan tentang pelestarian lingkungan sejak dini kepada para generasi penerus. “Edukasi ini sangat penting untuk secara bertahap mengubah kebiasaan masyarakat untuk menghemat energi dan menerapkan gaya hidup hijau. Memang tidak bisa instan karena ini adalah investasi jangka panjang," ujar dia.
Adapun langkah terakhir adalah kerjasama internasional. Menurut SBY, akan sulit bagi negara berkembang memelihara hutannya tanpa dukungan luar negeri.
Apalagi pemerintah Indonesia sudah mengumumkan komitmen kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri pada 2013 dan dapat meningkat menjadi 41 persen dengan bantuan internasional.
"Indonesia harus menjalankannya dengan sungguh-sungguh dan hasilnya memang tidak bisa dirasakan sekarang tapi yakin dan percaya akan memetik hasilnya pada waktu-waktu mendatang," katanya.
Sementara Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop mengatakan bahwa pihaknya bekerjasama dengan Indonesia untuk berbagai program mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Khusus untuk penurunan emisi gas rumah kaca kata dia, Pemerintah Australia melalui Australian Aid bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk menciptakan sistem penghitungan emisi karbon dan ke depan akan terus mengembangkan kerja sama.

            Kesimpulan yang dapat kita tarik dan kita petik dari tugas Essai ini tentang Konsep Ekonomi Hijau yaitu, Kita harus bisa mengubah pola pikir dan prinsip hidup kita menjadi lebih baik dari sebelumnya, menjaga kelestarian sumber daya alam kita untuk kehidupan yang mendatang. Berpartisipasi dalam kegiatan Konsep Ekonomi Hijau, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Memberikan wawasan kepada anak-anak dan pemuda penerus bangsa supaya mereka lebih paham dan bisa mengimplementasikan Konsep Ekonomi Hijau ini. Apapun yang kita lakukan harus bisa meminimalisirkan perusakan lingkungan, sebaiknya mengikuti kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan, suatu perubahan baik harus bisa kita terima, pastinya berkembangnya zaman akan membawa kita banyak perubahan, banyak peraturan dan banyak hal-hal yang harus diperhatikan. Apapun itu jika memang membawa hal baik untuk kita semua maka dukunglah, karena dukungan kita sangat mempengaruhi segalanya, dari tindakan hal kecil bisa menjadi besar. Pepatah mengatakan “ Apa yang kita tuai, itu yang kita dapat” oleh sebab itu kita harus menanam beribu-ribu kebaikan untuk melestarikan Sumber Daya Alam yang ada, apapun Konsep Ekonomi Hijaunya, pastikan kita bisa merealisasikannya dengan optimal, supaya anak cucu kita nanti bisa merasakan hasil Ekonomi Hijau yang kita lakukan dari sekarang.

Terima kasih kepada Bapak Irfan Nursetiawan, S.Pd., M.Pd., M.Si. yang telah memberikan tugas ini kepada kami semua, dengan tugas ini kami dapat belajar, memahami tentang Ekonomi Hijau dan lebih peduli dengan lingkungan sekitar.

Sekian, Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.



                



0 comments:

Post a Comment